Analisis Big Data ini Bukti Ada Salah Kaprah Tatakelola HR

Big dataInformasi yang melimpah di internet bisa dianalisis dengan tools yang canggih sehingga menghasilkan simpulan yang akurat. Salah satunya membuktikan ada kecenderungan salah kaprah di tatakelola HR.

Apa saja? Simak laporan McKinsey berikut ini

Ya, berkembang pesatnya internet membuat orang dengan mudah mengunggah berbagai data. Ini menyebabkan ruang internet semakin padat dengan data yang sekilas terlihat tidak beraturan.

Tapi ternyata, orang juga semakin canggih. Mereka bisa menciptakan tools yang otomatis mengumpulkan data terserak tersebut, mengelompokkannya, dan menginterpretasi trend yang terjadi.

Dan itu pula yang terjadi di dunia HR.

Semakin canggih alat analisis data yang berserakan di internet. Menurut Henri de Romrée, Partner McKinsey, analisis tersebut bisa membantu perusahaan dalam mengidentifikasi kebutuhan, merekrut dan memberi penghargaan kepada pegawai terbaik.

Seorang ahli statistik olahraga, Bill James menyatakan bahwa selalu ada orang yang berada di depan kurva dan orang yang di belakang kurva. Namun pengetahuan selalu mengikuti kurva. Karenanya, jika perusahaan menggunakan analisis data terakhir, mereka bisa menemukan dan merekrut orang-orang yang berada di sisi kanan kurva.

Analisis big data menjadi hal krusial di sebuah organisasi.

Dalam pemasaran online misalnya, seorang direktur pemasaran bisa melakukan penelusuran terhadap minat pengunjung situs onlinenya, pola pembelian, dan preferensinya sehingga mereka bisa memberikan penawaran yang lebih tepat dan terpersonalisasi.

Direktur SDM juga bisa mulai memprediksi model talent yang sesuai dengan kebutuhan.

Yang terpenting adalah, kemampuan analisis big data akan membuat HR mampu menyelesaikan proses menyakitkan yang dialami pelaku HR saat ini ketika bertemu dengan segunung data HR, terutama jika datanya masih berbasis Excel atau program worksheet sederhana.

Memilih di mana menjaring kandidat

Sebuah bank yang sudah mapan di Asia berupaya merekrut kandidat paling cemerlang di sebuah kampus paling favorit. Prosesnya melalui banyak tes.

Agar bisa mendapatkan kandidat yang paling sesuai dengan kultur organisasi, mereka kemudian melakukan analisis terhadap seluruh pegawainya yang berjumlah lebih dari 8 ribu tersebar di 30 cabang. Terbayang begitu banyak data yang harus dikumpulkan. Data yang dikumpulkan meliputi identifikasi high potential employee (dan low potential), demografi, kinerja, cabang, riwayat pekerjaan dan masa jabatan.

Tool analisis tersebut kemudian membuat generalisasi berdasarkan trend kesamaan di antara Hi-Po (dan Low-Po).  Dengan demikian, akan diperoleh profil umum pegawai yang Hi-Po yang nantinya bisa dijadikan panduan dalam mencari kandidat.

Lebih jauh, alat analisis tersebut bisa menyingkap fakta bahwa ada cabang tertentu dan struktur tim tertentu yg bisa memprediksi proyeksi keuangan secara akurat. Selain itu, alat tersebut bisa menampilkan peran2 kunci yang memiliki dampak kuat pada keseluruhan kesuksesan bank tersebut.

Hasilnya, direksi kemudian membuat struktur organisasi baru yang mewadahi peran-peran kunci dan kelompok talenta tersebut.

Dengan cara ini, asumsi-asumsi masa lalu tentang cara menemukan orang yang tepat pun diakhiri.

Dulu, bank tersebut selalu mencari talenta puncak dari institusi pendidikan terkemuka. Jadi rumus suksesnya, karyawan yang efektif berasal dari Top 5 University + 3 program sertifikasi. Merekalah yg dicap sebagai top performer.

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa pemilihan untuk highflier lebih ditentukan oleh posisi-posisi tertentu. Siapa yang cocok duduk di situlah yang akan menentukan keberhasilan organisasi.

Kembali prinsip pareto berlaku di sini. Dalam strategy maps pun juga demikian. Hanya sekitar 20% atau malah 10% jabatan yang memiliki kontribusi terhadap 80% sukses perusahaan.

Karena itu, recruitment untuk posisi tersebut dilakukan secara spesifik dengan mencari kandidat yang sesuai dengan karakter pekerjaan tersebut.

Mengurangi Bias dan Gangguan Rekrutmen

Hukum Angka Besar (Big Number Law) memiliki peranan penting untuk membantu perusahaan menghilangkan preferensi dan bias. Sebuah perusahaan jasa rekrutmen setiap tahun menerima lebih dari 250 ribu lamaran. Dengan implementasi sistem otomasi, maka perusahaan bisa mengurangi biaya yang terkait dengan screening awal CV sehingga proses rekrutmen bisa lebih efektif.

Alat tersebut bisa diset untuk mencari lebih banyak kandidat wanita misalnya, atau menggali lebih dalam mengenai pendidikan atau pengalaman yang sesuai dengan bidang kerja.

Algoritma yang diciptakan mampu menggali data historis pelamar, termasuk lamaran-lamaran sebelumnya, ataupun pengambilan keputusan yang pernah ia lakukan. Dengan kemampuan memilah kandidat tersebut, organisasi akan jauh lebih cepat untuk menentukan siapa saja berhak menuju kursi berikutnya.

Mengatasi gesekan dengan meningkatkan manajemen

Seringkali perusahaan membuang uang yang begitu banyak untuk memenangkan perang bakat (talent war). Salah satu contohnya adalah perusahaan asuransi di Amerika yang memiliki masalah dengan exit rate  terpaksa menawarkan bonus tinggi untuk manajer dan pegawai yang memilih tetap di perusahaan tersebut.

Padahal belum tentu pegawai yang memilih tinggal tersebut memiliki penaruh besar bagi organisasi. Karena itu dibutuhkan intelijen yang mampu mengidentifikasi pegawai yang tepat untuk dijaga dengan ketat karena merupakan tambang emas perusahaan.

Dengan alat analisis yang canggih, fungsi intelijen tersebut bisa ditangani dengan cara menganalisis  profilcrisiko pekerja, profil demografis, latar belakang profesional dan pendidikan, peringkat kinerja, dan, ya, tingkat kompensasi.

Dengan menerapkan analisis data yang canggih, sebuah temuan kunci naik ke permukaan: karyawan dalam tim kecil, yang perform dalam jangka waktu yang lebih lama akan promosi dan manajer yang berkinerja rendah akan didorong untuk keluar perusahaan.

Setelah karyawan dengan risiko pembajakan  tinggi tersebut bisa diidentifikasi, maka bisa disusun upaya yang untuk meyakinkan mereka agar mau tetap tinggal. Terutama, ini melibatkan kesempatan yang lebih besar untuk belajar, pengembangan dan dukungan lebih dari seorang manajer yang lebih kuat.

Bonus, di sisi lain, ternyata memiliki efek yang lebih kecil dibanding peluang berkembang tersebut.

Akibatnya, dana yang mungkin telah dialokasikan untuk menaikkan kompensasi akan lebih efektif jika diinvestasikan dalam pengembangan pembelajaran bagi karyawan dan meningkatkan pelatihan bagi para manajer.

Ketika kemampuan mereka naik, perusahaan akan semakin matang dan lincah. Dengan sendirinya, jika ceruk bisnisnya dalam kondisi menanjak, perusahaan itu akan tumbuh pesat. Maka, kenaikan remunerasi pun akan mudah diterapkan. Keunggulannya, modal insani sudah dalam posisi mantap karena mendapat pengembangan yang cukup.

Langganan dan Download Ebook tentang Motivasi dan Human Capital-- GRATIS


Warning: count(): Parameter must be an array or an object that implements Countable in /home/humancap/public_html/wp-includes/class-wp-comment-query.php on line 405

One thought on “Analisis Big Data ini Bukti Ada Salah Kaprah Tatakelola HR

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *